Foto ilustrasi AI
Jakarta, bbs-news.id — Pemerintah resmi memperkuat kerangka hukum perpajakan atas transaksi aset kripto dengan menerbitkan tiga regulasi baru, yakni:
PMK Nomor 50 Tahun 2025 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto,
PMK Nomor 53 Tahun 2025 yang mengubah PMK Nomor 11 Tahun 2025 tentang Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu PPN,
PMK Nomor 54 Tahun 2025 yang mengubah PMK Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
Ketiga aturan tersebut ditetapkan pada 25 Juli 2025 dan mulai berlaku per 1 Agustus 2025.
Aset Kripto Tak Lagi Dikenai PPN
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa perubahan ini merupakan konsekuensi dari penetapan aset kripto sebagai aset keuangan digital melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Aset kripto kini dikategorikan sebagai aset keuangan yang dipersamakan dengan surat berharga, sehingga **tidak lagi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN),” jelas Rosmauli.
Namun, penghasilan dari transaksi kripto tetap dikenai PPh Final Pasal 22 dengan tarif berbeda tergantung platform transaksinya.
Skema Pajak Terbaru Aset Kripto
Jenis Aktivitas Sebelum (PMK-81/2024) Sesudah (PMK Terbaru)
Perdagangan (Jual) PPh Final Pasal 22: 0,1% (Bappebti) / 0,2% (Non-Bappebti) PPh Final Pasal 22: 0,21% (PPMSE DN) / 1% (PPMSE LN/setor sendiri)
Perdagangan (Beli) PPN: 0,11% (Bappebti) / 0,22% (Non-Bappebti) Tidak dikenai PPN
Jasa Platform PPN + PPh (tarif umum Pasal 17) PPN + PPh (tetap tarif umum Pasal 17)
Mining (Penambangan) PPN 1,1% + PPh Final 0,1% PPN 2,2% + PPh tarif umum Pasal 17
Platform Luar Negeri (LN) Hanya pemungut PPN Dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 melalui Kepdirjen
Definisi dan Cakupan Baru Ketentuan dalam PMK ini juga menyempurnakan definisi dan cakupan pengaturan terkait ekosistem aset kripto, seperti:
Aset Keuangan Digital (termasuk kripto), Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD), Bursa Aset Keuangan Digital, dan Jenis jasa seperti penyediaan sarana elektronik serta verifikasi oleh penambang kripto.
Bukan Pajak Baru Rosmauli menegaskan bahwa kebijakan ini bukanlah pengenaan pajak baru. “Ini adalah penyesuaian regulasi sesuai status hukum terbaru aset kripto. Tujuannya untuk menciptakan kepastian hukum dan perlakuan perpajakan yang konsisten dengan dinamika ekonomi digital,” jelasnya.
Informasi lebih lengkap dan salinan resmi PMK-50/2025, PMK-53/2025, dan PMK-54/2025 dapat diakses melalui laman resmi pajak.go.id.
Eddy/Andra