Pembaruan Pemahaman Agama Islam, Terutama Dalam Memahami dan Menempatkan Kedudukan Kaum Perempuan

Bbs-news.id, Yogyakarta -  Setahun mendirikan Muhammadiyah (1913), Kiai Ahmad Dahlan (Khatib Amin) terus giat mendorong dan memberi semangat kepada para gadis di Kauman untuk masuk ke sekolah-sekolah Belanda. 

Tiga gadis yang mengawali tradisi baru di kampung Kauman ini, ialah Siti Bariyah, Siti Wadingah, dan Siti Dawimah. Mereka masuk ke Sekolah Netral (Neutraal Meisjes School) di Ngupasan. 

Keberhasilan tiga gadis Kauman ini dalam menuntut ilmu di sekolah umum kemudian diteruskan oleh generasi berikutnya, yaitu Siti Zaenab, Siti Aisyah, Siti Dauchah, Siti Dalalah, Siti Busyro, Siti Hayinah, dan Siti Badilah.

Jalan menuju perubahan telah dirintis oleh Khatib Amin. Pembaruan pemahaman agama Islam, terutama dalam memahami dan menempatkan kedudukan kaum perempuan dengan cara pandang baru, mendapat reaksi keras dari para ulama tradisional di kampung Kauman. 

Kiai Ahmad Dahlan sendiri sampai dituduh telah menjerumuskan kaum perempuan ke dalam kekafiran. Dalam pandangan masyarakat Kauman yang masih tradisional, bangsa Belanda adalah representasi kaum kafir. Segala apa yang dibawa oleh kaum kafir hukumnya haram. 

Ketika Kiai Dahlan justru sependapat dengan bangsa Belanda (kaum kafir), terutama dalam hal menyekolahkan para gadis di Neutraal Meisjes School, dia lantas dituduh telah murtad. Bahkan. Kiai Dahlan telah dijuluki sebagai "kiai palsu" atau "Kristen alus." Dia dinilai telah membawa kerusakan bagi kehidupan perempuan Islam di kampung Kauman.

Memang tidak mudah menanamkan cara pandang baru dalam memahami agama Islam kepada para ulama tradisional. Kiai Ahmad Dahlan menanggapi reaksi masyarakat Kauman yang begitu keras dengan berusaha untuk tetap menjaga para gadis yang telah dianjurkan masuk ke sekolah umum. 

Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Wadingah. Siti Dalalah. Siti Busyro, Siti Zaenab, Siti Aisyah. Siti Dauchah, Siti Hayinah, dan Siti Badilah dibina lewat kursus membaca Al-Quran dan pengajian agama yang diasuh oleh Kiai Dahlan dan istrinya. Mereka disiapkan untuk menjadi pemimpin-pemimpin perempuan Islam yang akan memajukan Muhammadiyah.

Empat tahun kemudian (1917), gadis-gadis Kauman yang telah mendapat pendidikan umum tergugah kesadaran mereka untuk merintis pergerakan perempuan Islam. Dalam sebuah pertemuan dengan Jajaran Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah yang diselenggarakan pada tahun 1917, para gadis Kauman tersebut mengajukan usul pembentukan organisasi perempuan.

Mereka mendiskusikan dengan para tokoh Muhammadiyah dalam rangka pembentukan sebuah organisasi yang mewadahi aspirasi kaum perempuan di Muhammadiyah. Diantara para gadis Kauman yang hadir dalam pertemuan penting tersebut adalah Siti Badilah.***(juns)