UUHKPD : Reformasi Keuangan Daerah

 
Banjarmasin, Bbs-news.id  -  Pengelolaan fiskal di Kalimantan Selatan (Provinsi, Kabupaten, Kota) masih dihadapkan pada kendala.

Menurut Kakanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kalsel Sulaimansyah, kendala tersebut yaitu : (1) Tingkat kemandirian fiskal yang masih belum optimal dalam penyediaan sumber 

pendanaan pembangunan, (2) Proporsi penyerapan anggaran yang kurang optimal rendah diawal dan menumpuk diakhir tahun anggaran. (3) Masih tingginya proporsi belanja operasional 

(penunjang) sehingga belum dapat optimal percepatan pembangunan. (4) Belum optimalnya efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dalam mencapai sasaran pembangunan. (5) Belum 

optimalnya sinkronisasi anggaran daerah dan sasaran pembangunan nasional. Hal ini perlu perubahan/reformasi dalam kebijakan fiscal pusat dan daerah yang dapat meningkatkan kualitas dalam pengelolaan Keuangan daerah.

"Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan tonggak reformasi dalam pengelolaan Dana Transfer ke daerah dan pengelolaan Keuangan Daerah. Reformasi yang terjadi bukan hanya tambal sulam tetapi komprehensif mulai dari hulu sampai hilir," ungkap Sulaimansyah, Senin (14/11/2022).

Dikatakan, dilandasi oleh konsepsi tentang desentralisasi fiskal yang benar yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan diseluruh Indonesia, UU-HKPD memberikan ruang yang cukup kepada Pemerintah Daerah untuk kreativitas/inovasi meingkatkan kapasitas fiskal daerah (PAD meningkat, transfer yang berkualitas, perluasan akses pembiayaan), meningkatkan kualitas belanja daerah, dan yang terpenting harmonisasi antara kebijakan fiskal Pusat dan Daerah.

Disebutkan, dari sisi akuntabilitas dan transparansi, UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), menciptakan sistem yang akuntabilitas dan transparan seperti terciptanya check and balance, perbaikan output dan outcome, menyediakan informasi Keuangan daerah secara digital dalam jaringan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan APBD, konsolidasi kebijakan fiskal Nasional berbasis interkoneksi dan interoperabilitas, dan sinergi Bagan Akun Standar.

"Dengan reformasi dari sisi akuntabilitas dan transparansi dapat mencegah terjadinya kebocoran, baik dari sisi penerimaan Daerah maupun dari sisi belanja," Sulaimansyah menambahkan Menurutnya, dari sisi penyerapan APBD yang selalu rendah, perlu dilakukan perubahan fungsi dan Kelembagaan, dimana peran BUD yang tidak hanya berperan kasir, tetapi juga melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan APBD di SKPD, sehingga tercipta early warning system, sehingga cepat mengatasi terjadinya kendala/bootlenek dalam pelaksanaan APBD. Untuk 

mendorong percepatan belanja APBD dan mengurangi dana idle di Kas Daerah, Pemerintah Pusat akan merubah sistem penyaluran dana transfer ke daerah yang berbasis kinerja.(jn/an)