JPKP Kalsel Soroti Kenaikan Tarif PDAM. Winardi : “Perlu Evaluasi Lagi Untuk Kenaikan Itu

Bbs-news.id, Banjarmasin  -  Banyak persoalan masyarakat yang dirasakan dalam masa pandemic Covid 19 saat ini. Sehingga, walaupun sudah berada di level nol sekalipun, kondisi kehidupan tidak maksimal. Itulah yang diingatkan  Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Kalsel Winardi Sethiono, terkait berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat. Apalagi adanya keinginan menaikkan tarif air PDAM, Winardi minta, agar Itu yang perlu dipertimbangkan.

Menurutnya, sekarang apapun juga kejadian di BUMD, tidak bisa dibebankan kepada masyarakat.

“Jadi untuk kenaikan tarif PDAM di seluruh daerah, walaupun itu mengacu pada Permendagri, itu saya rasa perlu dikaji ulang. Karena Permendagripun tidak mengharuskan ada kenaikan. Akan tetapi di sana juga berbunyi tergantung kepada daerah masing-masing. Jadi kalau masalah maintenance (perawatan) yang kurang bagus dibebankan kepada masyarakat, itu juga tidak benar,” tegas Winardi.

Katanya, seharusnya yang dilihat, kalau misalnya, pihak PDAM sering menderita kerugian karena pipa lama atau pipa bocor dan lain sebagainya, itu sekarang boleh dikatakan pengelola PDAM itu sendiri juga tidak professional. Ini harus dipertimbangkan oleh kepala Daerah juga.

“Saya rasa kalau BUMD itu tadi professional dilaksanakan, segala dampak pasti akan berkurang. Bukan bertambah. Tapi berkurang. Jadi untuk menaikkan kenaikan tarif ini, mungkin pihak-pihak terkait bisa melakukan pengkajian lagi. Perlu evaluasi lagi. Apakah layak ataukah tidak? Dan lagi, titik beratnya adalah kita sedang dalam kondisi pandemik. Jadi yang namanya pandemik atau wabah ini, walaupun kita berada di level nol, tetap kita masih dalam kondisi tidak maksimal. Itu yang perlu dipertimbangkan,” Winardi mengingatkan.

Menurut Winardi, dalam pengelolaan sebuah usaha, kalau tidak dikelola oleh orang-orang yang tidak professional, sesuai dengan Job Description (uraian tugas), itu pasti akan ada kebocoran-kebocoran. Seperti gaji yang lebih tinggi dari yang lainnya. Terus seperti sumbangan-sumbangan yang cukup besar. Seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Akan tetapi itu dikeluarkan oleh mereka.

“Sekarang kita bisa ambil contoh PDAM Bandarmasih. Kalau perayaan dalam Idul Adha, PDAM menyumbang sapi berapa ekor? Sebenarnya kalau kita katakan,  bukan kita mengatakan jangan. Tapi kalau misalnya kita lihat kondisi dari pada perusahaan itu tadi sedang memerlukan dana, kenapa itu harus dilakukan? Banyak hal-hal lainnya, seperti mungkin pelaksanaan pekerjaan dan lain-lain sebagainya,” ungkap Winardi.

Katanya, lebih baik, untuk memuaskan dari pada pelanggan, sebaiknya koreksi intern itu lebih baik. Nanti kalau misalnya dipaksakan menaikkan tariff PDAM, kemudian ada yang berkata, airnya layak diminum enggak? Tingkat kekeruhannya bagaimana? Itu jadi masalah lagi.

“Sebenarnya PDAM adalah merupakan suplai air bersih. Syukur-syukur airnya begitu keluar bisa langsung diminum. Ini tidak bisa airnya ke luar kalau diuji laboratorium, saya rasa penuh dengan karat itu. Ini juga harus menjadi perhatian pihak PDAM yang berada di seluruh Kalimantan Selatan,” kata Winardi.

Akibat pemotongan anggaran  karena membantu persoalan Covid 19 yang membuat kurangnya dana operasional, sehingga tarif PDAM jadi bisa dinaikkan? Menurut Winardi, tidak bisa begitu.

“Berarti kerja mereka semuanya itu dibebankan kepada masyarakat. Itu sangat tidak adil. Semestinya masyarakat itu mendapatkan bantuan dari mereka. Itu yang bagus. Kita ambil contoh, dimasa pandemik ini, pihak PLN sudah menurunkan tarif hingga 50% untuk daerah-daerah merah. Itu kan bantuan itu? Nah itu harusnya yang dicontoh. Bukan memberatkan. Kalau masyarakat terlalu diberatkan begini, apa bedanya dengan kehidupan yang dijalani pada masa-masa VOC dulu. Masa-masa penjajahan dulu. Sama saja. Itu saya rasa perlu dipikirkan lagilah,” pungkasnya.(AN/Juns