Pencegahan Maladministrasi Dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Hasil Kajian Sistemik Ombudsman RI

Bbs-news.id, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menemukan setidaknya lima potensi maladministrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi berdasarkan hasil Kajian Sistemik Ombudsman RI tentang Pencegahan Maladministrasi dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Hasil kajian tersebut disampaikan secara langsung kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, dan PT. Pupuk Indonesia pada Selasa (30/11/2021) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyebutkan lima potensi maladministrasi dimaksud yaitu pertama, kriteria petani penerima pupuk bersubsidi tidak dituangkan secara detil. Kedua, ketidakakuratan data petani penerima pupuk bersubsidi. Ketiga, terbatasnya akses bagi petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi, termasuk masalah transparansi proses penunjukan distributor dan pengecer resmi. Keempat, mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi yang belum selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik. Serta kelima, belum efektifnya mekanisme pengawasan pupuk bersubsidi.

Selanjutnya dalam rangka perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi, Ombudsman RI menyampaikan beberapa saran perbaikan. Pertama, Ombudsman RI memberikan beberapa opsi kepada Kementerian Pertanian terkait perbaikan kriteria petani penerima pupuk bersubsidi sebagai berikut:

1. Pupuk bersubsidi alokasinya diberikan 100% kepada petani tanaman pangan dan hortikultura sesuai kebutuhan lahannya dengan luas lahan garapan di bawah 0,1 hektar;

2. Pupuk bersubsidi alokasinya diberikan 100% hanya kepada petani dengan komoditas tertentu sesuai kebutuhan lahannya dengan luas lahan garapan di bawah 0,5 hektar untuk tanaman padi dan jagung;

3. Pupuk bersubsidi alokasinya diberikan kepada petani dengan luas lahan garapan di bawah 1 hektar dengan komoditas strategis dan rasio realisasi dengan kebutuhan pupuk minimal 60%.

Kedua, Ombudsman RI menyarankan agar Kementerian Pertanian melakukan pendataan penerima pupuk subsidi setiap 5 (lima) tahun sekali dengan evaluasi setiap tahun, menata ulang mekanisme penyusunan RDKK dengan mengoptimalkan pelibatan Aparatur Desa, penyederhanaan data Simluhtan berbasis Kelompok Tani (e-RDKK Poktan), dan pendataan kebutuhan lahan atas pupuk setiap petani dengan menggunakan perangkat uji tanah terstandardisasi sesuai karakteristik lahan.

Ketiga, Ombudsman RI memberikan saran kepada Menteri Perdagangan dan PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk memperluas kewajiban distributor untuk memiliki pengecer setiap desa, mempublikasikan informasi prosedur, mekanisme dan persyaratan rekrutmen distributor dan pengecer baru, penyempurnaan skema penunjukan pengecer guna memastikan pengecer mempunyai kekuatan finansial dan sarana pendukung yang memadai guna kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi kepada poktan/petani, dan memenuhi standar pelayanan publik.

Keempat, saran Ombudsman RI kepada Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia (Persero), untuk membangun sistem informasi tentang ketersediaan stok di setiap gudang distributor dan pengecer yang dapat diakses oleh publik, menempatkan PT. Pupuk Indonesia sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas pelepasan pupuk bersubsidi ke petani di tingkat pengecer, pengambilan pupuk bersubsidi dari pengecer dapat dilakukan oleh individu atau kelompok tani, penggunaan Kartu Tani tidak boleh dipaksakan, dan meningkatkan utilisasi teknologi digital yang telah ada dalam penyaluran pupuk bersubsidi.

Kelima, Ombudsman RI menyarankan agar Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk membentuk Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi dan mendorong setiap penyelenggara pelayanan publik untuk membentuk dan/atau mengoptimalkan pengelolaan pengaduan.

"Ombudsman RI akan melakukan monitoring dan pendampingan terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan saran perbaikan terkait tata kelola pupuk bersubsidi," tutup Yeka.

Menanggapi hasil kajian Ombudsman, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil menyatakan antusias. Dirinya membenarkan jika anggaran untuk pupuk bersubsidi mengalami penurunan tiap tahunnya. Meskipun demikian, dirinya mengajak kepada para pemangku kepentingan untuk memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi sesuai saran perbaikan dari Ombudsman."Bisa diawali dengan proyek percontohan di beberapa wilayah dengan memperhatikan saran perbaikan dari Ombudsman," ujarnya.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Bakir Pasaman menyambut baik hasil kajian Ombudsman. "Saya senang sekali, Ombudsman ini win-win solution, semua pihak senang. Ke depan PT Pupuk Indonesia siap turut serta dalam reformasi subsidi pupuk," ujarnya. (AN/Juns