Kesadaran Bervaksin Juga Untuk Melindungi Orang Lain Sekitar Kita

Bbs-news.id, Banjarmasin  -  Dalam pencegahan covid 19, saat ini memang situasi Indonesia sudah program vaksinasi sudah mencapai target. Minimal 70 persen, baik untuk suntik wajib pertama maupun suntik wajib yang kedua. 

Menurut Prof Dr drg Rosihan Adhani S Sos MS selaku Penanggung Jawab Lambung Mangkurat Medical Center (LMMC) yang juga Pengarah Teknik Covid 19 ULM Banjarmasin mengatakan, ini merupakan sesuatu yang menggembirakan dan menimbulkan kekebalan kelompok. 

Disebutkan, perlu diketahui bahwa vaksinasi mempunyai manfaat, itu mencegah kematian, mencegah gejala penyakit yang berat. Memang tidak bisa atau belum 100 persen mencegah penularan covid 19. Dan kita ketahui juga, kekebalan itu turun naik. Seiring dengan perjalanan waktu. Daya perlindungan untuk vaksin berkisar 6 bulan sampai 9 bulan. Setelah itu, dia akan menurun kembali sel imunnya. Oleh karenanya diperlukan penguatan atau boosternya.

Sejauh ini katanya, booster telah dijadikan sebagai vaksin yang ketiga dan sudah dilaksanakan secara meluas. 

"Demikian juga di kampus, kita mendorong agar seluruh Civitas Akademika, baik Dosen maupun Mahasiswa juga menjalani vaksin Booster," tegas Rosihan.

Diakui Rosihan, pencapaiannya masih rendah angkanya, tapi ini sudah program, yang berarti ketersediaan vaksinnya sudah ada. Tinggal penggalakan dan sosialisasi untuk mengejar target booster yang ketiga. 

Katanya, sebagian masyarakat kita, khususnya tenaga kesehatan telah menjalani atau mendapatkan vaksin booster, termasuk dirinya pada bulan Agustus 2021 yang lalu dan mestinya sudah mengikuti Booster yang ke 4. 

"Kita berharap Booster ke 4 ini dalam rangka perlindungan bisa diprogramkan secara meluas. Kalau itu diharuskan untuk ada prioritas, barangkali untuk kelompok-kelompok tenaga kesehatan, kelompok yang beresiko tinggi atau dengan komorbid dan kelompok lansia, itu bisa mendapatkan Booster yang ke 4. Tapi itu tentunya bergantung kepada nanti kebijakan Pemerintah yang akan menjalankan vaksinasi ini," harap Rosihan.

Katanya, secara Internasional sudah mulai ada penyesuaian dan kelonggaran-kelonggaran, seperti Jemaah Umrah tidak lagi mewajibkan ini dan itu. Tetapi mereka mensyaratkan kelengkapan vaksin. Sehingga ini menjadi sesuatu faktor pendorong agar antar negara bahwa kebijakan-kebijakan yang sudah ditiadakan seperti karantina, swab PCR untuk perjalanan, ini bisa diimbangi dengan tingginya tingkat vaksinasi. 

"Namun Booster yang ke 4 ini juga bisa nanti dilakukan dengan melihat tingkat kekebalan setiap orang. Kita bisa mengukur sel imun kita. Apakah masih berada pada tingkat yang cukup untuk bisa melawan infeksi covid. Kalau itu bisa dilakukan, barangkali itu yang mereka-mereka mendapatkan prioritas Booster yang ke 4," Rosihan menambahkan.

Dikatakan, umumnya kebijakan kita digandeng dengan berbagai kebijakan lainnya dan umumnya efektif mengangkat jumlah cakupan atau capaian. Karena ada kecenderungan masyarakat kalau tidak didorong, apalagi kebetulan merasa aman saja, maka tidak terdorong. Namun seharusnya kita tetap waspada, karena pandemi Covid 19 belum berakhir.

Kita masih pandemi. Sehingga harusnya kesadaran berBooster harus tinggi. Apalagi aktivitas saat ini semakin diperlonggar yang artinya kita semakin diperkenankan untuk melakukan berbagai kegiatan pertemuan, termasuk perkuliahan tatap muka, sekolah tatap muka. Harusnya diimbangi dengan cakupan vaksinasi yang tinggi. 

"Saya mendukung kalau itu bisa dikaitkan juga dengan aktivitas atau kebijakan yang lain. Misalnya dalam pendidikan, untuk sekolah dan Mahasiswa, itu bisa juga dijadikan syarat sudah berBooster," tegas Rosihan.

Strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat maupun jumlah vaksinasi yang dilakukan Pemerintah selama ini, dinilai Rosihan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri, karena untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat. Sehingga perlu disadari oleh masyarakat bahwa dia bisa menjadi sumber penularan. Ditegaskan, melakukan vaksinasi bukan semata-mata untuk diri kita dan itu menjadi salah kaprah, seperti merasa sehat dan tidak ke mana-mana, sehingga merasa tidak punya keperluan untuk itu.

"Padahal di berbagai tempat, posisi dan aktivitas, yang bersangkutan bisa menjadi sumber penularan. Seringkali juga dia mengidap penyakit, tapi tidak bergejala," Rosihan kembali menegaskan.

Katanya, seperti Omicron yang gejalanya ringan seperti gejala influenza biasa dan dipikir demikian, tetapi tetap menularkan. Yang berbahaya yang tertular ini orang tua orang yang punya komorbid, bisa menimbulkan kefatalan. Terlebih lagi  orang yang terkena itu vaksinnya tidak lengkap. Banyak sekali, hampir 60 sampai 80 persen yang dirawat di rumah sakit adalah yang Vaksinasinya tidak lengkap atau tidak bervaksin sama sekali.

"Jadi harusnya ada kesadaran bahwa kita melakukan vaksinasi. Kita melihat adanya kebijakan keterkaitan itu adalah karena dalam perlindungan kita dan perlindungan orang. Walaupun tidak ada aktivitas, kita masih di rumah dan ada keluarga. Ternyata penularan di rumah juga sangat intens sangat tinggi. Inilah yang perlu ditumbuhkan kesadaran kolektif itu," pungkasnya.(juns/Andra)